teks

"Terkadang ada kesenangan yang ingin dibagi, sesekali kesedihan ingin dimengerti, suatu saat ada pula resah yang ingin berkisah"

My Social Media

alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Recomendasi Iklan

Sabtu, 05 Maret 2016

mencintai dulu baru memiliki...

Post ini sy tulis untuk membahas tentang suatu pernyataan yang menjadi pertanyaan didiri saya.

Kemarin, saya terlibat obrolan via BBM dengan teman lama saya, sebut saja namanya Nhii. Obrolan kami cukup serius mngenai kedekatannya dengan seorang pria.

Jika saya bisa menyimpulkan, akhir dari chat kami adalah mengenai pria tersebut berharap status ikatan dengan Nhii. Tapi Nhii menolak karena dia tak bisa untuk memiliki sebelum mencintai, dan menurut Nhii hubungan itu bukan untuk sekedar coba2.

Memang sih cinta itu ngalir karena terbiasa. Ntah terbiasa bersama, atau terbiasa karena memang tidak punya pilihan untuk memiliki yang lain.

Banyak kasus di luaran sana yang memang cinta karena sering bersama, ya semacam cinta lokasi gitulah.

itu kasus yang berakhir menyenangkan,

tapi bagaimana jika,

justru kita memutuskan untuk memiliki dulu dengan harapan bisa cinta di kemudian hari?

hmmm.

Sepaham dengan Nhii dan agak berkebalikan dengan banyak orang, saya cenderung orang yang memilih untuk menyenangi dulu baru kemudian memilih untuk memiliki. Implementasi hal ini bisa ke berbagai kasus, dari mulai pembelian barang hingga urusan cinta.

Sebut saja ketika membeli sepatu, saya cenderung membeli apa yg benar2 saya sukai. Meski sepatu yang sy senangi harganya sedikit mahal dari kemampuan sy, tapi saya lebih memilih menabung lebih lama dibanding membeli yang tidak disukai dengan harapan “ah lama2 juga suka”, yang bisa jadi berujung lebih boros karena saya menyesal udah beli.

Itu sepatu, begitupun dalam pembelian benda lainnya terutama untuk benda yang lumayan merogoh tabungan. Saya enggan untuk memaksakan membeli barang yang sy tidak terlalu suka dan lebih memilih usaha lebih keras untuk memiliki hal yang saya benar2 suka.

Kenapa? alasannya sederhana.

Ketika saya memiliki hal yang benar2 saya suka, sy akan mencintai brang itu dengan sepenuh hati saya.

Saya senang memilikinya, saya senang memandangnya. Saya puas dibuatnya.

Setiap saya melihat dan memakai barang yang benar2 saya suka, saya merawatnya ekstra. Saya bangga memakai dan menunjukkannya kepada orang2.

Simpel kan analoginya?

lalu, bagimana dengan cinta?

bagaimana bila ternyata pikiran “ah, lama-lama juga cinta lah” justru malah berujung penyesalan karena dari awal sudah naif berpikir bahwa cinta itu pasti tumbuh karena intensitas pertemuan. Cinta bisa tumbuh karena seringnya pertemuan, tapi tidak bisa dipaksakan tumbuh cuma karena terus bersama.

Cinta itu hal yang dibiarkan tumbuh dan mengalir, mungkin cara salah satunya dengan seringnya bertemu. Tapi saya percaya, cinta tidak semurah itu untuk tumbuh dan bersemi karena paksaan berawal dari ikatan.

Ketika ikatan diawali oleh ketertarikan yang berujung saling jatuh cinta, maka hari akan terasa lebih ringan. Bahagia menjalani dengan orang yang memang ingin kita miliki sehidup semati, bukan belajar bagaimana untuk bahagia menjalani dengan orang yang baru2 ini masuk ke kehidupan kita dan tidak dapat kita ubah lagi.

Cinta membuat semua terasa lebih indah. Klise. Puitis. Norak. Tapi nyata.

Ikatan itu hal besar,

penting untuk mengenal, suka dan mencintai lebih dulu sebelum akhirnya memutuskan untuk memiliki dan mengikatkan diri

Ingat saja, cinta tidak semain-main itu.

selamat memilih!