teks

"Terkadang ada kesenangan yang ingin dibagi, sesekali kesedihan ingin dimengerti, suatu saat ada pula resah yang ingin berkisah"

My Social Media

alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Recomendasi Iklan

Senin, 14 Juni 2021

value of life

Kisah ini terjadi pada 2 Desember 2012 silam. Pria kelahiran 19 Juni 1988 dalam Kompetisi Burlada Navarre, Spanyol, membuka mata dunia tentang harga sebuah kemenangan. Pria itu adalah Iván Fernandez Anaya.

Pergelaran lari maraton itu, Fernandez tepat berada di posisi kedua dan agak jauh dari Abel Mutai. Mutai adalah pelari asal Kenya hanya berjarak beberapa meter saja dari garis finish, tetapi karena bingung dengan tanda-tanda garis finish ia berhenti berlari. Dia berpikir bahwa dia telah menyelesaikan perlombaan itu.

Iván Fernandez Anaya, yang berada tepat di belakangnya dan menyadari apa yang terjadi, dia mulai berteriak kepada Abel Mutai untuk terus berlari, tetapi Abel Mutai tidak bisa berbahasa Spanyol dan tidak mengerti dengan teriakan Iván.

Menyadari itu, Iván lalu mendempeti Mutai. Ia tepat berada di sisi belakang, tak mau mendahului dan memanfaatkan kekeliruan Mutai.

Ia mendorong Mutai sehingga mereka bisa tetap berlari dan Iván tetap berada di sisi belakang Mutai. Akibat sikapnya itu, Abel Mutai tetap meraih kemenangannya.

Atas sikap Iván Fernandez itu mengundang tanya hadirin dan wartawan yang menyaksikan pertandingan itu. 

Setelah mereka mencapai garis finis dan pertandingan berakhir, seorang wartawan lalu bertanya kepada Iván: "Mengapa anda melakukan itu?" Iván menjawab: "Mimpi saya adalah suatu hari nanti kita dapat hidup bersama dan memiliki moral yang baik, dapat memiliki semacam kehidupan di mana kita mendorong diri kita sendiri dan saling membantu untuk menang"

Belum puas dengan jawaban Iván Fernandez. Wartawan itu mempertegas pertanyaan sebelumnya.: "Tapi mengapa anda membiarkan orang Kenya itu menang?" Iván menjawab: "Saya tidak membiarkan dia menang, memang dia akan menang, Perlombaan ini adalah miliknya,”

Wartawan itu menodong pertanyaan lagi: "Tapi anda bisa menang jika tidak membantunya" Iván memandangnya dan menjawab: "Tapi apa arti dari kemenangan saya? Apa kehormatan dari medali itu? Apa yang akan Ibu saya pikirkan dan katakan tentang itu kepada saya?"

Kisah Fernandez itu seperti suluh di gelap mata manusia dari simpang sportivitas. Era kekeringan moral dan kesemrawutan etik yang dinamai disrupsi, memotret buas manusia melakukan segala apapun untuk menang.

Sportivitas adalah mutiara tiada tara. Kemenangan hakiki adalah keteguhan kepada nilai sportivitas padahal ada kesempatan terbuka untuk orang tidak terlalu menyoalkan sikap itu.

Betapa hebat Ibu yang menanamkan sportivitas hingga di posisi yang bisa saja orang lain memaklumi jika Iván Fernandez mengambil kesempatan untuk tidak memperdulikan Abel Mutai. Ibulah yang menjadi alasannya untuk tetap baik.

Kita tentu bisa mengambil pelajaran yang berharga dari kisah tersebut. Terima kasih Iván Fernandez Anaya. Terima kasih juga untuk Ibumu.

Nilai-nilai diturunkan dari generasi ke generasi. Inilah "Value of Life"

Selasa, 18 Mei 2021

berteman dengan isi kepala

Ada yang pulang ke rumah dengan membawa keresahan dan kecemasan, kian malam semakin tak terkendali. Membawa pemikiran semakin jauh dari kenyataan yang ada.

Tidak jarang bahkan air matanya sudah menetes, dari mana datangnya dan milik siapa kesedihan itu? mungkin beberapa keresahan yang telah disembunyikan dan menumpuk setelah sekian lama. Atau mungkin juga memang lagi lelah saja dan ingin menangis.

Terlarut dalam suatu penyesalan, rasa bersalah hingga rasa kehilangan yang pernah memilukan. Namun kita lupa bahwa kehilangan terburuk adalah kehilangan diri sendiri.

Kekosongan yang selama ini menghantui, memberatkan nafas, ternyata bukan karena merasa tidak dicintai, namun karena sedang tidak ada yang bisa kita cintai, bahkan untuk diri sendiri.

Ketika merasa nyaman dengan diri sendiri,  kita bisa bertanya-tanya kenapa dengan hanya segelas kopi hangat, menonton video-video youtube, sampai kegiatan-kegiataan yang jauh dari rutinitas kita bisa lebih menenangkan dan menyembuhkan ketimbang dunia yang sedang kita jalani sekarang.

Terkadang kenyamanan datang dari tempat yang jauh, Sebelum akhirnya kita tersadar, ternyata tempat ternyaman adanya di dalam diri sendiri, ketika kita mampu berseblahan dengan kecemasan itu sendiri. Maka tempat pulang semuanya pun akan aman.

Setelah dapat berteman dengan isi kepala, kita akan belajar untuk tidak terganggu sama berisiknya orang lain yang belum nyaman dengan dirinya.

Tidak heran kalau ada orang yang bilang "kita aneh saat kita bisa nyaman dengan diri kita sendiri". Mungkin buat mereka, kenyamanan hanya ada saat bersamaan dengan orang lain, tertawa bersama teman, meneriaki sesuatu sama-sama, karena bagi mereka tidak ada yang menyenangkan dalam dirinya sendiri, Wajar.

Anggap saja, dalam diri kita sedang ada yang terluka, karena semangat untuk sembuh dan tumbuh hanya dimiliki oleh orang-orang yang sadar dirinya sedang terluka dan memerlukan bantuan, dibanding mereka yang tidak merasa entah karena membohongi diri dan menyembunyikan luka itu.

Kalau suatu hari nanti kita melihat seseorang yang sedang merasa berantakan atau tidak berguna, tugas kita adalah ingatkan mereka tentang apa saja yang sudah mampu mereka raih. Ingatkan seberapa besar ia punya arti di hidup kita. Maka ia akan belajar membuat narasi untuk dirinya sendiri, punya alasan untuk dijelaskan pada jiwanya sendiri. Hingga lahirlah keberanian untuk melakukan hal-hal lainnya yang lebih besar dari apa yang telah ia lakukan sebelumnya dalam hidup.

Kadang saat lelah, mungkin tubuh hanya butuh sandaran tanpa saran, duduk berseblahan dan saling diam, merasa diizinkan untuk bernafas lebih berat dari biasanya, membiarkan sunyi dengan berisiknya isi kepala, hingga di dalamnya menenang dengan sendirinya.