teks

"Terkadang ada kesenangan yang ingin dibagi, sesekali kesedihan ingin dimengerti, suatu saat ada pula resah yang ingin berkisah"

My Social Media

alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Recomendasi Iklan

Rabu, 12 Oktober 2016

batasan


Jadi yaa beberapa bulan lalu, Ponsel saya berdering dari nomor  yang tidak saya kenali, dan ketika saya angkat ada orang sok asik berkata “ih.. masa nda kenal?”, sudah pengen saya matiin saja rasanya. Tapi lalu, orang di seberang telepon berkata “Heh yud.. ini ******..”

“Hah? eh… knapa tumben nelpon?”

Hanya itu yang keluar dari mulut saya ketika wanita itu menyebut namanya. Ternyata mantan pacar saya, yang sudah ntah berapa tahun tidak pernah saling bertukar kabar via suara. Kabar yang sampai di telinga kami hanya dari mulut orang lain atau dari update media sosial yang dimilikinya.


“Ganggu tdk? Sorry, ada yang mau ditanyain.. Jadi bgini… *menjelaskan maksud dan tujuan nelpon*..”

lalu saya menjawab semua pertanyaan yg diajukan, masuk akal mengapa dia memilih menelepon saya sih, bukan cari perhatian atau dibalut gula artinya dia kangen ya. Karena memang jawaban dari pertanyaannya ya memang ada di saya, makanya dia memilih untuk menghubungi saya secara langsung.

Di akhir percakapan, dia berkata

“Maaf kalau ganggu ya. Maaf karena sampai harus nelpon.. Salam untuk keluarga.”

lalu saya bertanya dlam hati “maksudnya?”

“mungkin krna dia tiba2 menghubungi sy, dan dia tau kapasitas dia di hidup sy ini apa. Terlebih lagi kami sadar posisi kami. So ya, salam untuk keluarga.”

Batas.

Mungkin ini yang disebut “mengerti batasan”, saya dan dia sempat tidak berjarak, saya dan dia pernah berjalan bersama sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri. Sejak itu, hubungan kami memang baik-baik saja,

tapi ya..

kami memiliki batas.

Sebuah garis tidak tampak yg kami sendiri tidak pernah berusaha mendobraknya. Tidak menjadi “sok akrab” tidak pula bermusuhan. Kami berjalan dalam koridor khayal kami masing2, hidup kami dijalani berdampingan tapi tidak bertemu di sebuah transisi kebetulan yang sebenarnya sudah direncanakan.

Kami menjalani hidup seperti layaknya dua anak manusia yg dulu pernah penuh cinta, tapi sekarang hanya sekedar cerita.

Sejauh ini, dia belum pernah mengecewakan saya, mendadak masuk dengan maksud menghancurkan dinding khayal tersebut. Sayapun tidak pernah punya rencana untuk memasuki kembali hidupnya bahkan untuk sekedar menjadi teman.

karena itu tadi,

secara tidak sadar,

kami membangun dinding khayal antar kami, dinding yang tidak ingin kami dobrak.

Dinding yang kami biasa menyebutnya “batasan..”