Memiliki orangtua pintar memang berkah tersendiri sih.., Melihat track record Atta (ayah saya) di profesinya yang sekarang juga ketika masih bersekolah memang begitu cemerlang.. Saya tau itu dari Ibu, keluarga jg kerabat2 dari mereka. Lega? iya, karena sejak dulu saya tau saya punya sosok Atta yg bisa saya andalkan kalau-kalau saya tidak mengerti mengenai pelajaran sekolah..,
Sebentar, saya mau bercerita mengenai diri saya terlebih dahulu. Saya ini adalah pelajar biasa-biasa saja dari segi akademis. Saya tidak pernah maju dipanggil guru untuk mendapat penghargaan, sayapun kurang menyukai berada di kelas untuk memecahkan masalah menggunakan rumus. Waktu yang paling saya tunggu ketika sekolah hanyalah waktu istirahat dan waktu pulang.
Namun, didikan orang tua saya adalah ‘bertanggung jawab’, artinya saya harus tetap lulus dari sekolah dengan nilai baik. Terakhir saya cek di ijazah sih, rata-rata 8.8 berhasil saya dapatkan.
Hal tersebut berlanjut hingga saya kuliah. Jurusan saya adalah minat saya sendiri, tapi sebagai seorang pelajar yang sadar diri dengan kemampuan akademis yang cenderung tidak super cemerlang, saya lebih memilih menjadi mahasiswa santai tapi serius. Saya tidak pernah mengejar kesempurnaan cum laude. Saya menolak ikut remedial bila mendapat nilai B di mata kuliah berat. (saya menolak remedial untuk mata kuliah pemprograman visual delphi dan berujung nilai C di KHS akhir, iya saking susahnya untuk saya…)
Saya memilih menjadi mahasiswa santai. Datang beberapa menit sebelum kelas dmulai, keluar tepat setelah kelas selesai. Berkumpul dengan geng selepas kelas, main ke kantin di tengah mata pelajaran membosankan. Mengikuti berbagai kegiatan di luar kampus yang tak ada hubungannya dengan jurusan dan sibuk nongkrong.
Saya lulus bukan sebagai mahasiswa terbaik, boro2 maju ke dpan karena dianggap sbagai mahasiswa brprestasi, bahkan foto saya ketika tali toga dipindahkanpun tak ada dokumentasi. Tapi saya tau kewajiban saya, nilai KHS saya tidak buruk kok, setidaknya untuk syarat administrasi pendidikan diluar sana semua bisa saya lampaui. Untuk ditunjukkan depan calon mertua pun tidak memalukan.
Ya.. Intinya sih, saya ini adalah anak dengan kemampuan akademis biasa2 saja yang jauh dari cemerlang apalagi jenius.
Sebelum dilanjutkan, saya mau cerita mengenai seorang kenalan saya, sebut saja dia Andy. Andy ini 2 kali tidak naik kelas di sekolah. Iya, bukan sekali, namun 2 kali. Lulus SMA dengan susah payah, Andy melanjutkan kuliah di salah satu universitas swasta di Makassar, mengambil mata kuliah Pariwisata. Dengan susah payahpun, akhirnya dia lulus dari kampus tersebut.
Tapi percayalah, Andy adalah satu dari kenalan yang sangat saya kagumi kepintaran dan wawasannya. Andy bisa bercerita 24 jam penuh mengenai banyak hal, mengenai sepakbola, mengenai mimpi, mengenai sejarah, mengenai isu politik, mengenai faham dan dialektika, mengenai dunia, mengenai hampir apapun kecuali akademis.
Andy hanya memiliki 1 kekurangan, dia tak sanggup mengikuti pelajaran ilmu pasti dan semua cabang ilmu yang diajarkan di bangku sekolah formal. Bukan saja karena dia tak mau, tapi juga karena dia tak bisa.
Lalu, Andy jadi apa?
Andy hari ini adalah Travel Blogger, dia memilih karir sesuai yang dia inginkan dan jauh dari sisi akademis ilmu pasti. Dia jauh lebih mapan dari kakaknya yang seorang PNS. dan yang membuatku iri Andy setiap minggunya nonton bareng match Manchester United bersama fans MU di kota yg berbeda. Sosoknya juga sering wara wiri di berbagai artikel wisata. Hebatnya, Andy beberapa kali didaulat sebagai pembicara di beberapa forum universitas ternama di Makassar. Bisa bayangkan ada seorang dengan nilai akademis super jelek mengajar anak-anak dengan nilai akademis super baik?
dan yang terpenting, dia bahagia.
Dia tidak gagal.
dan dia tidak bodoh.
Kembali ke diri kita .
Apabila suatu hari nanti didapati saya tak sepintar orangtua saya dan memilih menjadi mirip Andy yang suka sekali hore-hore, sy pastikan saya bukan gagal. Pintar secara akademis itu penting, tapi ada yang jauh lebih penting lagi..
Tumbuhlah menjadi anak yang bahagia, bebas dan merdeka. Kita tidak boleh memiliki perasaan terkekang melihat profesi orangtua kita. Tidak terbebani oleh puja puji orang-orang terhadap orangtua kita
Jadilah seorang anak yang merdeka. Dan pastikan akan menjadi apapun yang kita mau, sejauh kita bertanggung jawab dan bisa menjelaskan secara sempurna mengapa kita memilih jalan itu.
Jadilah anak yang tumbuh tanpa beban dan bayang-bayang orang tua, tak apa tak dianggap pintar, yang terpenting bukan seberapa pintar nilai di atas kertas, tapi seberapa kaya kepala akan pengetahuan, hal umum juga pemikiran berkembang.
Bukan nilai di atas kertas yang akan menjadi penentu, tapi bagaimana kita bisa bermanfaat bagi sekitarnya.
Bagaimana kita bisa berdiri tegap tentang apa yang kita pilih,
Walau kita tak mirip , Ayah maupun Ibu kita..